MA in Digital Transformation and Competitiveness

Howdy.

Beberapa pekan terakhir, kotak DM Instagram saya dikunjungi berbagai orang yang menanyakan satu hal yang mirip. Bagaimana proses daftar, beasiswa dan pengalaman di MA in Digital Transformation and Competitiveness di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta?

Sebenarnya banyak dari pertanyaan sudah terjawab di video Open Day S-2 Hubungan Internasional UGM di bawah ini featuring me! 🙂 Kala itu, saya mendapat kesempatan untuk berbagi kisah tentang MA DTC dan persiapan saat mau masuk program ini. Namun memang kesempatan ngobrol 15-20 menit kurang cukup untuk menjelaskan seluk-beluk beasiswa, penulisan proposal tesis dan kegiatan kuliah.

Jadi demi menambah pengetahuan dan transparansi edukasi sebaik mungkin, saya akan mencoba jelaskan 101 MADTC dari proses pendaftaran hingga kegiatan Semester 2 yang baru saja usai bulan ini. Bonus point, semua nilai Semester 2 sudah keluar dan hasilnya cerah banget 🌞

MA DTC in short

Program studi ini adalah kelas full-online sejak tahun 2022 oleh HI UGM yang mencoba mengarusutamakan topik-topik ekonomi, politik, sosial, teknologi dan transformasi digital di ranah studi internasional. Isu yang kami pelajari berputar soal regulasi data dan komparasi antar negara; GDPR Uni Eropa; titan perusahaan teknologi seperti Shopee, Alibaba, Amazon; urgensi lokalisasi data center atau teknologi hijau seputar fasilias ini dan posisi Indonesia terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi dunia. Lebih lanjut bisa baca silabus mata kuliah program ini.

Sempat mengobrol dengan kenalan dari Magister Manajemen UMN dan ada beberapa kesamaan antara program MA DTC ini dengan mata kuliah mereka. Terutama di topik seputar bisnis management startups dan pengelolaannya dengan mata kuliah saya di kelas Inovasi Industri Teknologi. Googling sekejap dan ada course bisnis National University of Singapore (NUS) Digital Transformation Programme yang rada nyerempet dengan topik MA DTC.

Intinya, mata kuliah ini banyak melihat aspek bisnis, legalitas, manajemen dan industrialisasi teknologi dan digitalisasi; serta bagaimana Indonesia, atau negara Global South, bisa mengikuti perkembangan di belahan dunia yang lebih maju sana. Beberapa analytical tools yang dipakai mencakup Digital Intelligence Index oleh Tuffts University x Hardvard Business Review, Digital Transformation Framework oleh UNDP. Ada juga konsep-konsep seru seperti Technological Determinism, Industrial Complex, Gartner Hype Cycle, Ethical Dilemma in Tech, gig economy and new forms of labor exploitation yang menjadi pembahasan di kelas.

Sebagai mahasiswa tanpa latar belakang akademik HI, MA DTC ini jadi oke karena bisa bypass banyak teori HI dan fokus ke studi kasus nyata dan isu ekopol+tech internasional. Mayoritas tugas dalam bentuk paper, tapi ada beberapa tugas podcast dan membuat video presentasi. Semakin unik topik yang kamu angkat dan bisa memicu diskusi, akan lebih baik karena IMO para dosen di program ini super apresiatif pada dialog aktif.

Untuk persiapan kelas mungkin bisa mulai rajin-rajin baca jurnal dan berita teknologi, ikuti diskusi dan skandal terbaru soal AI dan Ellon Musk, banyakin scroll soal etika dan tantangan Global North vs Global South di Twitter, serta selalu update dengan celotehan ecommurz dan tach tech boom.

Program ini tidak butuh ilmu komputer khusus, kemampuan design UI-UX, Java Python dan lainnya. Tapi kalau punya pengalaman dalam bidang ini akan jadi bahan diskusi menarik saat kelas karena bisa memberi pandangan yang lebih teknikal.

Pengalaman kerja 7 tahun di berbagai profesi mulai dari wartawan, public affair researcher dan terakhir di communication consultancy jelas membuat saya jadi rada beda dengan anak-anak lain. Baik dari cara berpikir yang sudah mulai nyerempet boomer maupun ambis menyelesaikan tugas karena sudah trauma dikerjain client biasa menulis.

Proses Mendaftar dan Program Beasiswa

Pendaftaran MA DTC dilakukan sepenuhnya via kanal Ujian Masuk UGM. Syaratnya cukup umum seperti dokumen pendukung, psikotes, tes bahasa Inggris dan proposal tesis. Untuk yang terakhir bisa dibawa chill karena ini bagian filter sekejap dari tim administrasi akan sejauh mana calon mahasiswa paham terhadap isu-isu hubungan internasional dan industri teknologi digital.

Proposal ini akan ikut dibahas saat proses wawancara seleksi dengan pihak HI UGM. Calon mahasiswa akan diminta menjelaskan garis besar proposal dan sedikit tanya-jawab. Wawancaraku dilakukan dalam Bahasa Inggris oleh dua dosen dan terasa mirip-mirip sidang proposal skripsi. Jadi walau chill tetap dikerjakan dengan niat agar hasilnya maksimal.

Proposal tesisku untuk pendaftaranku sendiri cuma 4 halaman dan membahas penerapan QRIS Code lintas batas antara Indonesia, Malaysia dan Thailand. Topik ini juga tidak kulanjutkan ke tahap proposal tesis yang sebenarnya dan malah banting setir ke isu digital transformation dan ESG, and there’s no problem with that.

Intinya buat saja dulu proposal tesis yang sesuai minat dan kekuatanmu; dan sesuai ketentuan dari kampus.

Terkait beasiswa, di angkatan saya terdapat beberapa skema beasiswa untuk MA DTC, yaitu dari Kementerian Komunikasi untuk pekerja di bidang IT, komunikasi, startups dll; beasiswa ZTE Indonesia dan Huawei Indonesia. Lebih jelas soal kesempatan beasiswa ini ada di situs Program Pascasarjana UGM.

Sebagai penerima beasiswa ZTE Indonesia, saya mendapatkan bantuan SPP penuh dan tunjangan untuk tiga semester. Proses pendaftaran dilakukan setelah diterima program DTC dan melalui short-list oleh pihak Department HI UGM. Ada syarat IPK minimal dan diskusi berkala akan progress kuliah dengan tim HR mereka. Bila kuliah lebih dari tiga semester, maka SPP akan ditanggung pribadi dan bila sudah lulus saya harus memprioritaskan wawancara kerja dengan ZTE Indonesia.

Penawaran dari ZTE Indonesia ini super baik dan memberikan kesempatan diskusi dengan tim HR mereka soal bisnis teknologi. Saya dapat banyak insight serta kesempatan untuk berkunjung ke kantor mereka di Kuningan, Jakarta.

Dari cerita teman yang dapat beasiswa Kominfo, mereka juga mendapat beasiswa penuh dan uang tunjangan. Bedanya sekian persen dari porsi uang tunjangan mereka diharuskan untuk membeli buku. Sedangkan uang tunjangan yang saya terima ini dibebaskan penggunannya.

Challenges

Now for the other side of this program. Partisipasi aktif memang susah-susah mudah untuk program full online. Kendala jaringan internet, malu-malu dengan anak ambis, mager dan kuliah-kerja double screen itu banyak terjadi di kelas. Karena bisa full online, saya sendiri pernah ikut kelas di kereta api Jogja-Jakarta, dan sambil nyetir mobil kemudian bicara hanya saat lampu merah.

Pun karena seluruh kelasnya online, maka kesempatan untuk diskusi terbuka dengan dosen dan teman-teman juga jadi terbatas. Sebagus-bagusnya teknologi online meeting, tetap saja tatap muka itu yang terbaik sih. Juga full online membuat kelas ini banyak kehilangan kesempatan untuk mencoba berbagai fasilitas kampus FISIPOL UGM yang menurutku keren banget. Ada banyak kelas roundtable, mini-auditorium, lab data yang keren namun bakal di skip kalau full online.

Tugas dari kelas MA DTC juga lumayan berat bagi yang sudah lama tidak menulis secara akademik. Kadang dalam satu pekan bisa kosong-melompong tidak ada tugas, namun bisa juga tugas datang bertubi terutama di pertengahan dan akhir semester.

Cape bikin paper

Komunikasi dengan dosen pun juga susah-susah mudah. Ada dosen yang santai dan bisa dihubungi via WhatsApp, ada juga yang prefer di email dulu. Ada yang super sibuk karena menjabat beberapa posisi, ada juga yang fast response. Ada yang sering lupa jelaskan ketentuan tugas di kelas dan ganti-ganti jadwal kuliah.

Semua jenis komunikasi dilakukan dengan sopan dan kalau bisa to the point. Kebanyakan dosen di MA DTC punya segambreng kegiatan lain dan kita harus memahami prioritas orang berbeda-beda. Jadi baiknya sabar-sabar.

What’s Next?

Kalau baca sampai baris ini, saya berasumsi Anda pembaca blog setia, memang ingin cari tahu soal MA DTC atau sudah diterima di program ini. Kalau yang terakhir, selamat! Bila ada pertanyaan mengenai program kuliah ini bisa colek saya di kolom chat atau DM ke sosial media saya (cari sendiri tapi lol).

Teruntuk kalian yang berada di Jogja, baik karena memang tinggal di kota ini atau merantau demi menikmati kebebasan, banyak-banyakin explore fasilitas UGM dan FISIPOL deh.

Setahun terakhir di MA DTC saya isi dengan ikut beberapa lomba call for paper tingkat internasional, satu dengan Indonesia Postgraduate Network Univerity of Melbourne dan International Postgraduate Student Conference (INGRACE 2023) Fakultas Hukum UGM. Yang pertama berujung presentasi soal korporasi GoTo dan dampaknya pada regulasi Indonesia via zoom dengan panelis di Melbourne, dan yang kedua jadi juara Best Paper Award berkat paper dengan judul “Digital Vigilantism: Examining the “spill the tea” and cancel culture in sexual violence issues on social media Twitter.”

Luky, Tane dan Varel habis dibabat dosen hukum dari Belanda yang ikut nimbrung aje lu di sesi presentasi kami

Saya juga ikut kegiatan terkait Sirkular Ekonomi bersama Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) atau Center of World Trade Studies (CWTS) di bawah naungan UGM dan dosen Mas Riza Noer Arfani. Beliau getol banget soal isu lingkungan, transformasi dan perdagangan dunia karena merupakan Chair-holder di World Trade Organization Chairs Programme. Bersama PSPD, Mas Riza, istrinya (lol) dan tim, saya terlibat di program pelatihan ekonomi sirkular untuk sekolah.

Ikut program di atas membuat saya direkrut untuk jadi tim peneliti proyek Hibah Riset FISIPOL UGM dengan dosen Mba Suci Lestari Yuana dan timnya. Riset beliau tentang konsep mundane circular economy at school jujur penuh kocak saat proses pengumpulan data melalui workshop dengan kepala sekolah dan guru-guru. Saya benar-benar belajar banyak hal baru dari proses riset ini.

Terakhir, gunakanlah fasilitas kampus seperti komputer Apple di Digilib FISIPOL, sepedaan keliling kampus, lari-lari di lembah UGM, beli susu sapi murah tapi enak banget di Plaza Agro milik Fakultas Peternakan. Banyakin check-in dengan staff-staff kampus untuk dapat info lomba, riset dan pertukaran pelajar (success story: me and Norway this Autumn Semester!)

Ultimately, just have fun. Ask a lot of questions, make friends, be smart and work hard.

Ciao!

My first book after three years

Tiga tahun terakhir ini saya menyelesaikan satu buku saja. Bisa dibilang ini adalah pencapaian yang akan membuat diri saya yang berumur 12 tahun akan bingung dan kecewa dengan rekor tersebut. Di umur itu, tiga buku bisa habis dalam satu minggu dan itu termasuk buku Harry Potter ke-tiga (favorit kala itu) dan beberapa novel 300-halaman oleh Enid Blyton.

Buku pemecah rekor ini adalah The Strange Library oleh Haruki Murakami yang saya baca sekali duduk di perpustakaan Japanese Foundation di Summitmas Tower II, Jakarta. Lokasi yang oke, atmosfer yang lebih oke dan buku yang sangat oke sekali. Tiga kombinasi yang saat saya selesai membaca buku ini dan melihat jejeran buku di rak perpustakaan membuat saya tersentak dan bertanya, kenapa saya berhenti membaca buku?

Pembaca post ini mungkin akan bertanya-tanya, apa tujuan tulisan saya hari ini. Apakah review novel Murakami atau curhat kenapa saya lama tidak menyentuh buku yang ‘benar’. Tapi mari kita menikmati saja dulu tulisan tidak ber-plot ini.. Better yet, let me try to incorporate the library story into my life, and that will be killing two birds with one stone.

Continue reading “My first book after three years”

Mengetik Karma

Sebagai wartawan, mengetik ratusan kata ke lembaran digital dalam satu hari menjadi kegiatan yang normal. Tak pelak, rasanya jadi ingin sekali menjitak diriku di zaman kuliah yang kerap mengeluh-kesal pada tugas esai 1.000 kata dengan deadline seminggu.

Di media tempat saya bekerja, dalam sehari wartawannya ditargetkan untuk menulis lima berita untuk publikasi online. Bagi saya, rata-rata satu berita terdiri dari 4-8 paragraf. Untuk hari ini saja, saya sudah menulis tiga berita yang bila digabung akan menghasilkan angka 625 kata atau setara dua halaman margin normal di MS Word.

Proses menulis berita tidak berasal dari khayalan, namun dari data, fakta dan analisa yang saya lakukan ditambah penguat dari yang ahli. Artinya apa? Riset, riset, riset sampai mabuk sebelum menghubungi analis untuk membandingkan yang sudah saya temui dengan pendapat profesional mereka.

Continue reading “Mengetik Karma”

Life That Ends with Thankfulness

I consider myself as a cat person, thus when I chance upon cat movies, watching “If Cats Disappear from the World” became natural. Hear me out, it was amazing.

“If you could cheat death by trading the things you cherish, what will happen to you?” is the premise of this Japanese movie, notice the bold cum italic and you’ll wonder maybe this one will be different from other kick the bucket movies. Yes, it is about death, specifically facing death. Yes, there will be a Faustus character, but he won’t offer world domination through magic book. Yes, it’s about regret, friendship, gratefulness and a couple of cats named after vegetables.

tumblr_o70g09yf7i1u0s9l5o1_500
I love how I could recognized most of the Kanji (source)

The Asianwiki summary of this Japanese movie was,

“A postman learns that he doesn’t have much time left to live due to a terminal illness. A devil then appears in front of him and offers to extend his life if he picks something in the world that will disappear. The man thinks about his relationships with ex-friends, ex-lovers, relatives and colleagues who will be sincerely sad when he dies.”

At first, it sounded confusing and seemed as if it’s going to pull us into weird Japanese proses, but a glance at the mute poster, you’d see subdued pastel colors, soft camera filter and Takeru Satoh’s blank gaze. I thought it won’t disappoint me much since these kind of cinematography are my favorite and at least I could enjoy the pretty pictures.

Before you continue with the post, I hope you can take some time to check the soundtrack for they are very soothing and classic. I can’t seem to find the right code to embed only the music, damn Youtube TOS, and I can’t seem to find any soundcloud uploads, so please take your time to press play on the video above. Continue reading “Life That Ends with Thankfulness”

For Every Stumble and Each Misfire

 

So hello,

Sudah lama sekali tidak menulis posting di blog ini. Terakhir adalah mengenai kepindahanku ke Medan, which is amaaazing. Orang-orang di sini sangat ekspresif, makanannya luar biasa enak, wisata alamnya membuat diri melakukan refleksi hidup. Haha, rasanya hari-hari yang lampau terkesan remeh bila dibandingkan dengan saat ini.

Carpe diem..!! Seize the day, enjoy your life, aka. sindrom anak rumahan yang pertama kali nge-kos and enjoying it very much.

Awalnya memang penuh rasa gugup dan tidak yakin. Berada di lokasi baru dengan kebudayaan yang benar-benar berbeda dan orang-orang yang tidak kukenal menjadikan Medan suatu dunia yang luar biasa aneh.

Banyak yang mengatakan Medan adalah kota yang tidak pantas disebut sebagai metropolitan, dan aku harus menyetujui pernyataan ini. Dari segi pembangunan kota, jumlah pencakar langit, jumlah kafe Starbucks dan gaya hidup masyarakatnya masih jauh dari metropolis. Banyak jalanan arteri dalam keadaan bolong-bolong, bangunan kuno yang tidak terurus, kafe-kafe yang konsepnya tidak matang. Namun semua itu terbalas saat akhir pekan dihabisi dengan menjelajahi Sumatra Utara. Gunung Sibayak, Danau Toba, Air Terjun Sipiso-piso, arung jeram, pantai mangrove dan Berastagi adalah beberapa lokasi yang sudah kudatangi.

It’s fun, if you have the attitude to make it fun. I took a long detour before I could enjoy living in this Calcutta* of mine. There were a lot of regrets and denial, the ups and down. And that is what I’m going to talk about in this post 🙂
Continue reading “For Every Stumble and Each Misfire”