A few hundreds post ago, I wrote something about my resolution to overcome Fanfic Addiction. Guess what?
I failed
It was a beautiful failure and I’m loving every second of it. 156 chapter in three days and night, that’s definitely a new personal record.
It has everything you wanted from Hetalia x Harry Potter cross over. Magic society discrimination, internalized racism in every Slytherin kids, INTERNATIONAL SCANDAL in the highest order, a freaking Lion patronus, sassy Arthur Kirkland, Potter-Weasely bashing and 100% Original Characters..
Sudah lama sekali semenjak terakhir menulis apapun di Blog ini. Entahlah, memang ada yang membacanya kah?
Meanwhile, ada situs yang asik nih bagi yang suka menggambar: http://www.magatsu.net/art/. Adalah sebuah random drawing prompt generator, dan entah kenapa tema-tema yang dia keluarkan agak dark dan lovercraft-ish.
Temanya adalah: siblings with unconventional hair color
That’s it. Cuma nge post sebagai simbolik kalau nih blog belum mati.
does thigh flash constitute as NSFW? Assuming so, hence the pic cut :p
Intinya.
Saya sedang mencari alasan untuk memperpanjang proses pengerjaan paper ujian akhir semester untuk mata kuliah Analisa Sosial. Kerangka paper sudah jadi, materi dan data-data juga sudah lengkap, yang kurang hanya kutipan dari buku sebagai sumber referensi. Setidaknya harus dari 3 buku, dan begonya saya lupa menandai bagian-bagian yang saya kutip. Kalau sudah seperti ini, ya artinya tinggal membaca ebook yang bersangkutan saja sih, namun masalahnya adalah….
males.luar.binasa.
Maka, ketika sedang capek-capeknya berusaha membaca pdf, mencari kuotasi yang sreg dan sesuai dengan asumsi paper, eeehh… tiba-tiba salah pencet dan menemukan sebuah folder dari zaman silam.
Di folder tersebut terdapat beberapa fanart yang sudah di scan namun tidak sempat di warnai. Diantaranya adalah gambar Rukia dari Bleach, brrppp… Teringat deh zaman SMA ketika sedang labil-labilnya Bleach.
Fanart abal-abal ini saya buat pada saat Bleach memasuki arc The Lost Agent. Pada saat itu, daripada pusing memikirkan mindf*ck yang dilakukan Tsukishima, saya lebih memilih memikirkan kemungkinan-kemungkinan akan rambut baru Rukia. Potong panjang-pendek atau entah bagaimana, yang jelas cukup untuk menjadi pengalih perhatian dari cerita utama pada arc tersebut.
Kembali ke saat ini, saya bosan.
Dan males, dan merasa tidak kuat untuk membaca satu baris lagi mengenai analisa hubungan dunia industri hiburan dan transgender (yep, that’s what I’m writing about for my final exam).
Maka, dibukalah aplikasi SAI dan saya menghabiskan dua jam terakhir ini untuk mewarnai dan bahkan membuat Gif akan usaha saya.
Tutorial singkat mengenai proses di atas…. halah konsepnya sama saja kok.
Block area dengan warna tone ringan yang sesuai dengan warna bagian yang sedang dikerjakan. Misal, kuning cream untuk kulit atau ungu gelap untuk rambut.
Kemudian beri highlight dari berbagai warna senada di bagian yang berbayang menggunakan fitur Air Brush, main-main sedikit dengan Density-nya agar tidak terlalu monoton.
Lanjut dengan disapu menggunakan water color secara bertahap dengan density 10-40 (tergantung mau segimana), btw pastikan brush water color dalam bentuk spread, karena menurutku efeknya paling natural.
Rapikan gambar dengan Eraser, dimulai dengan Density ringan seperti 20 atau 30an. Kemudian bila sudah rapi, bagian luar line dihapus bersih dengan Density 70.
Terakhir, untuk highlight tambahan, buat satu layer paling atas, pasang di mode screen, kemudian warnai area yang ingin di highlight dengan warna-warna gelap.
Sekian, dan sekarang saya harus benar-benar mengerjakan paper yang kian terbengkalai..
Alright, who’s taking the editor position again?
Yep, it’s me! 😀
Pengalaman semester lalu menjadi editor untuk proyek buku Film dan Sinema b.e.r.l.a.n.j.u.t. Senang sih, awalnya; repot banget sih, ketika dapat 3 file untuk di edit. Muahahaha, jemari baja yang sudah berpengalaman menghapus grammar nazi dan mata elang yang jeli ini siap bekerja *gayanya kayak udah editor veteran saja..*
Tapi tekanan tidak seberat ketika untuk buku Horor dan Roman, kali ini lebih santai ringan dan tenang…
Kali ini editor untuk UKM majalah kampus, Teras Pers. Kerja editor di majalah ini dibantu oleh seorang senior Teras Pers, Kak Kunthi dimana dengannya aku menemukan selera membaca yang serupa *pelukpelukpeluk*. Kami membicarakan mengenai Romeo & Juliet oleh Shakespeare, film Never Let Me Go dan indahnya Lion King sambil menyanyikan lagu awimbawe, awimbawe, awimbawe in the jungle the might lion, the lion sleeps tonight~~~~
It’s fun.
Definitely tired, but fun and I’m excited.
Majalah edisi sebelumnya pun juga kutangani bersama kak kunthi sebaga co-editor. Serasa kimcil di hadapannya namun bersemangat untuk belajar.
.
.
Bicara tentang buku, hmmmmm…. Nampaknya proyek membuat buku untuk tugas mata kuliah akan ada lagi. Sang dosen dengan khusus memanggilku untuk meng-supervisi proyek antologi paper kelas. Wish me luck, semoga tidak terjerembap ke lembah ke-stress-an seperti terakhir kali… []
(sub judul:) diskusi mengenai preferensi buku dan update bulan April sang pengarang
(sub sub judul): completely random stuffs
Chick does what she wants, includes cutting her hair short
Ciat!! Post pertama di bulan April 2013. Featuring foto candid diriku yang diambil beberapa minggu yang lalu.
Banyak yang tanya, kenapa potong pendek?
‘Dude, why not? I do what I want’
Lol, sebenarnya sudah lama sekali ingin potong rambut. Namun baru ketika libur Paskah kemarin mendapatkan kesempatan untuk melakukannya. Respon dari ibu ketika pulang dari salon, ‘ummmm… ok.’
Like seriously, why not?
Sebenarnya agak terpengaruh dengan feminisme juga sih (cieee, gayanya ma men..) Secara bosan juga dengan pandangan bahwa perempuan yang apik itu harus berambut panjang, gemulai dan lembut. Padahal kenyataannya banyak juga perempuan yang berambut keriting, bergelombang, tidak bisa panjang dan lainnya. Besides, capek juga rambut panjang. Repot kalau lagi sepedaan, apalagi kalau lagi main Pump It Up.
Oh, dan bicara tentang Pumps, level tertinggiku sekarang sudah level 10 dengan speed 4x. Akhirnya, setelah sekian lama stuck di level single digit, betis dan tumit jadi keras, lol TMI punten..
.
Jadi.. Bulan April ya? Kalau di negara 4 musim ini artinya awal masuk musim semi, dan menurut Bunnymund dari Rise of The Guardian, musim semi adalah tanda-tanda dari awal yang baru.
Hence the hair cut…
Banyak juga yang berubah, poster-poster ababil di kamar ku cabut, mulai sering pake rok, coba menggalakkan menggambar dengan bolpen, mulai gila dengan Tv Series Teen Wolf dan Doctor Who (DylanObrienpleasemarryme). Ada juga perkenalan dengan AO3 yang akhir-akhir ini jadi sahabat menjelang tidur. Entah kenapa, dunia AO3 benar-benar memuaskan keinginan seorang Fujoshi yang agak gila dengan… well segala preferensi seorang Fujoshi lah (baca: violence, angst, beyond-the-closet-is-a-beautiful-horizon etcetc)
Padahal berdasarkan sebuah bacaan menarik beberapa hari yang lalu, dikatakan bahwa dalam sejarah literatur, yang biasanya digemari pembaca perempuan adalah cerita yang bersentral pada plot ala buku-buku Harlequin. Diantaranya termasuk tipe plot dimana sang tokoh perempuan jatuh bangun dan menemukan ‘cinta’ dalam kehidupannya. Lebih menarik lagi, konsep ‘cinta’ yang para pembaca perempuan kejar tidak harus berupa cinta romantik maupun seksual. Tapi bisa juga cinta keluarga, persahabatan, kasih sayang atau 100% filthy romance with a cowboy (which is 100% Harlequin-ish plot)
Aaaaand that’s where the problem lies. Rasanya bosan dengan pandangan bahwa yang suka dibaca oleh kaum perempuan adalah bacaan romance yang menggebu-gebu. Karena oke, membaca kisah cinta memang menyenangkan, namun bila plotnya sangat klise dan benar-benar romance centric ya bosan juga lah. Partly reason why I really cannot stand these days Indonesian book
The resolution to the ideal romance provides perfect triangular satisfaction: ‘fatherly protection, motherly care, and passionate adult love’ (Storey, 2009: 143)
Girls got need, dan membaca kisah romance yang berhubungan dengan isu-isu kekeluargaan benar-benar bisa bikin hati jatuh bangun. Namun di sisi lain, harus diakui juga kalau kadang kita ingin membaca kisah yang agak keras dan penuh emosi negatif, misalnya buku Norwegian Woods. Kenapa aku suka dengan karakter Midori? Good question, really it’s because of her interaction with her dad..
Atau mungkin juga karena pada dasarnya perempuan suka dengan karakter yang tidak sempurna, karena akui deh, tipe-tipe karakter ala Mary Stue dan Gary Stue itu membosankan. Siapa diantara kita semua yang berharap buku Brisingr berakhir dengan Eragon mati? *angkat tangan*
Alasan yang sama dengan kenapa karakter antagonis memiliki lebih banyak penggemar daripada karakter baiknya, fan The Avengers lebih memilih me-reblog gambar-gambar Tom Hiddleston daripada crew The Avengers lainnya. Kita bosaaaaan dengan cerita heroik yang linier. Kita ingin kekerasan, emosi dan permainan psikologis yang dapat menjelaskan kenapa seorang tokoh A dapat menjadi tokoh Supervillain A.
Romance bukanlah sebuah pilihan bacaan lagi bagi beberapa kalangan perempuan, we want the antagonist tales, and we want it bloody..
Somewhere di laptopku ada paper dan presentasi mengapa tokoh Loki adalah bagian dari kampanye yang berusaha mengubah paradigma audience terhadap plot-plot cerita yang klise. Teh paper dikerjakan atas tugas mata kuliah Komik Kartun yang kuambil (best subject EVER) dengan tema ‘American superheroes’, and me being me decide to talk about American Supervillain instead. Dapat nilai tertinggi di kelas :}
.
.
Heya butterflyMulticolored birds.
Beberapa minggu yang lalu membeli sebuah bolpen 8 warna sekaligus. Yanno, yang ada warna standar hitam, biru, merah dan hijau plus ungu, kuning, oranye dan pink? Bolpen cetek-cetek besar yang kelihatannya seperti sedotan bubble juice porsi XXL? Harganya cuma 6ribu dan aku benar-benar senang dengan variasi warnyanya.
Siapakah anak laki digambar ke dua? Oh, itu Loki dari seri Journey Into Mystery. Entah kenapa aku benar-benar suka dengan konsep Loki yang bereinkarnasi jadi anak kecil dan melupakan semua kehidupan lamanya. Dude needs more hug as a kid, and the universe agreed. Sayangnya gerilya seharian di internet tidak akan memberikan kita komik lengkap seri JIM, harus beli dan harganya bikin sakit perut… 11.4$dan itu baru buku pertama, belum hitung biaya kirimnya. Auft!
Doodling stuff during class is a thing everybody does. Especially if you’re battling the state of being sleepy in a morning class with a lecturer who’s voice is lulling.
Right, this semester I took the Journalism Broadcast class. So far, pretty interesting. The lecturer talks in a veeeeery slow pace and I decided to take notes on the interesting things he said.
It’s a really effective way to stay alert and awake during class. Taking notes and doodling at the background, that is..
Hail and loo!! Turns out that the lecturer was a radio broadcaster for TVRI, no wonder majority of the class felt compilled to grab an immediate shut eye when he started lecturing.
Journey of a Journalist who Journeyed for a Jour in the name of Journalism in Ancient RomePretty much the definition of TV
TV traits. ooh IDK, anybody recognize the book?
Tv’s awesome characteristic and some random notes for the next class. Lol, class doodles are going to be a thing for this semester. I feel somehow rejuvenated and eager to draw stick figure.
across the borders and beyond with Althusserianism
So.. I took the advance theories of communication class (though it’s more like theories-of-human-society-and-why-they-really-love-to-contradict-each-other) and I crossed upon this sentence from a Marxist scholar by the name Louis Althusser,
a text is structured as much by what is absent (what is not said) as by what is present (what is said)
and I went like, wooohooo!
Althusser have perfectly explained another wonder of reading, why reader must be as perceptive and eagle eye as ever because there are a lot more to come from the things hidden in plain sight.
Another quote from John Storey about Althusser’s work,
Althusser argues that if we are to fully understand the meaning of a text, we have to be aware of not only what is in a text but also the assumptions which inform it (and which may not appear in the text itself in any straightforward way but exist only in the text’s problematic).
Even if Althusser’s work mainly focuses on ideology and how it revolves around human practice in life, this passage plainly explain why reading behind lines, presuming and drawing the what-ifs line in a literature work is a must must must.
Oh god, I had a long discussion with an acquaintance from FFnet and we both agreed that leaving all those lovely details to let the reader to find out by their self is a treat for us.
Heavy details are not our thing, we love how the tension arises yet by the end of the story nothing is resolved, everything is just a frustrating inch above the ground. Never to land and to resolved the conflict directly, without the reader’s own assumption.
Why write all the details of a journey when the main objective was to share the experience, the emotion? It’s something intangible and I found myself hard to explain…
.
.
.
.
.
Buka mata, hati, telinga. Sesungguhnya masih ada yang lebih penting, dari sekadar kata cinta.